Globalisasi perdagangan international memberi peluang dan tantangan bagi perekonomian nasional, termasuk didalamnya agribisnis. Kesepakatan-kesepakatan GATT, WTO, AFTA, AFEC dan organisasi perdagangan dunia lainnya, satu sisi memberi peluang terhadap sektor pertanian di Indonesia, jika agribisnis yang dilakukan memiliki daya saing, sisi lain merupakan ancaman terhadap komoditas pertanian jika tidak memiliki daya saing. Daya saing dapat dilihat dari keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif.
Komoditas bawang merah dipandang lebih siap memasuki era pasar bebas dibanding komoditas pangan lainnya. Karena memiliki kemandirian dan campur tangan pemerintah terhadap harga produksi relatif kecil. Komoditas bawang merah dipandang sebagai sumber pertumbuhan baru untuk dikembangkan dalam system agribisnis, karena mempunyai keterkaitan yang kuat baik ke sektor industri hulu pertanian (up stream agriculture) maupun keterkaitan ke hilir (on farm agriculture), yang mampu menciptakan nilai tambah produksi dan menyerap tenaga kerja melalui aktivitas pertanian sekunder (down stream agriculture). Di sisi yang lain, bawang merah merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki fluktuasi dan sensitivitas harga yang cukup tinggi, terutama karena perubahan permintaan dan penawaran.
Kabupaten Nganjuk merupakan daerah sentra produksi bawang merah di Jawa Timur yang memiliki potensi wilayah kondusif bagi pengembangan bawang merah. Dengan keunggulan komparatif yang dimiliki dalam hal potensi wilayah dan tenaga kerja diharapkan mampu meningkatkan daya saing komoditas bawang merah.
Berdasarkan konsep diatas, dalam penelitian ini dirumuskan permasalahan sebagai berikut : (1) Apakah usahatani bawang merah di Kabupaten Nganjuk memberikan pendapatan finansial dan ekonomi, (2) Apakah usahatani bawang merah memiliki keunggulan komparatif, (3) Apakah usahatani bawang merah memiliki keunggulan kempetitif. (4) Apakah dampak perubahan produktivitas, harga input-output, nilai tukar rupiah dan kebijakan pemerintah berpengaruh terhadap daya saing komoditas bawang merah.
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah ; (1) Menganlisis pendapatan finansial dan ekonomi usahatani bawang merah di Kabupaten Nganjuk. (2) Menganalisis keunggulan komparatif usahatani bawang merah di kabupaten Nganjuk. (3) Menganalisis keunggulan kompetitif usahatani bawang merah di kabupaten Nganjuk. (4) Menganlisis dampak perubahan-perubahan, harga input-output dan kebijakan pemerintah terhadap daya saing komoditas bawang merah.
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah : (1) Pendapatan finansial dan ekonomi bawang merah di Kabupaten Nganjuk bernilai positif. (2) Usahatani bawang merah di Kabupaten Nganjuk memiliki keunggulan komparatif. (3) Usahatani bawang merah di Kabupaten Nganjuk memiliki keunggulan kompetitif. (4) Perubahan produktivitas usahatani dan harga output berpengaruh positif terhadap keunggulan komparatif dan kompetitif. (5) Perubahan harga input, upah tenaga kerja dan nilai tukar mata uang berpengaruh negatif terhadap keunggulan komparatif dan kompetitif.
Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Nganjuk. Pemilihan lokasi usahatani dilakukan dengan cara sengaja (purposive) yaitu di Desa Sukorejo dan Desa Sidokare Kecamatan Rejoso dipilih sebagai lokasi usahatani, karena kedua desa tersebut merupakan sentra produksi bawang merah di Kabupaten Nganjuk.
Penentuan populasi yang didasarkan data sekunder dari Dinas Pertanian
dan Perkebuanan Kabupaten Nganjuk dengan menggunakan total sampling (total sampling methode), dengan tujuan sebagai sample penelitian yang
dilakukan dengan cara stratified random sampling jumlah sample yang
diambil 20% dari jumlah populasi. Petani
responden di Desa Sukorejo berjumlah 30 orang, sedangkan petani di Desa
Sidokare sebanyak 34 orang juga.
Pengambilan sample untuk aktivitas pemasaran dilakukan dengan metode
Rapid Marketing Appraisal (RMA), dengan tujuan untuk memperoleh informasi
tentang biaya pemasaran dan harga di tingkat konsumen dari berbagai sumber
terkait secara akurat dan cepat. Responden dipilih secara sengaja (purposive),
yang terdiri dari : (a) Lembaga pemasaran output, (b) Lembaga pemasaran input,
diantaranya PT Pupuk Petrokimia dan toko sarana produksi pertanian, (c) Dinas
dan lembaga pemerintahan terkait,
seperti Dinas Perdagangan dan Perindustrian, Dinas Pertanian dan Perkebunan dan
Bea Cukai Tanjung Perak Surabaya/Wilayah Kediri, (d) Bank Indonesia, Badan
Pusat Statistik, (e) Informan kunci.
Metode analisis data
yang digunakan adalah (1) Analisis Domostic Resource Cost (DRC), (2) Policy
Analysis Matrix (PAM) dan (3) Analisis
Sensitivitas.
Berdasarkan analisis
data diperoleh hasil penelitian sebagai berikut :
(1)
Pendapatan
ekonomi usahatani bawang merah di Kabupaten Nganjuk bernilai positif (> 0),
artinya bahwa usahatani bawang merah memberikan keuntungan ekonomi kepada
masyarakat secara umum. Keuntungan usahatani bawang merah di Desa Sukorejo
sebesar Rp. 227.629.817/jumlah luasan, sedangkan di Desa Sidokare sebesar Rp. 143.594.864
/ jumlah luasan Pendapatan finansial
usahatani bawang merah di Kabupaten Nganjuk bernilai positif (> 0) mempunyai
arti bahwa usahatani bawang merah memberikan keuntungan finansial kepada
petani. Keuntungan finansial usahatani
bawang merah di Desa Sukorejo sebesar
Rp. 227.629.817 / jumlah luasan, sedangkan usahatani di Desa Sidokare Rp. 143.594.864/
jumjlah luasan lahan.
(2)
Hasil analisis Analisis Domestic
Resource Cost (DRC) menunjukan bahwa komoditas bawang merah di Kabupaten
$0ANganjuk, memiliki keunggulan komparatif,
karena biaya sumberdaya domestic (DRC) yang digunakan lebih kecil dari shadow
exchange Rate (SER) ditunjukan oleh DRCR < 1. Usahatani bawang merah di Desa Sukorejo
memiliki tingkat keunggulan komparatif lebih tinggi dibanding Desa Sidokare
ditunjukan oleh DRCR sebesar 0,575% lebih kecil daripada DRCR di Desa Sidokare yang nilainya sebesar
0,814%, Usahatani bawang merah di Desa Sukorejo lebih efisien dalam penggunaan
sumberdaya domestic, karena pada SER sebesar Rp. 8.571,28/US$ untuk menghemat
satu satuan devisa (1 US$) diperlukan biaya sumberdaya domestic (DRC) sebesar
Rp. 2.057,08, Sedangkan di Desa Sidokare sebesar Rp. 2.914,20. Keunggulan komparatif yang dimiliki Kabuapten
Nganjuk pada usahatani bawang merah diantaranya ; rendahnya biaya input
domestik seperti tenaga kerja, pupuk kandang dan penggunaan alat perangkap
kaper.
(3)
Analisis Domestic Resource (DRC) atas
harga actual (DRC*), menunjukan bahwa komoditas bawang merah di Kabupaten
Nganjuk memiliki keunggulan kompetitif ditunjukan oleh DRCR* < 1, artinya
biaya sumberdaya domestik pada harga aktual (DRC*) lebih kecil dari pada nilai
tukar mata uang resmi (nilai tengah rupiah). Usahatani bawang merah di Desa
Sukorejo, memiliki tingkat keunggulan kompetitif lebih tinggi dibanding di Desa
Sidokare, Ditunjukan oleh DRCR* sebesar 0,24 % lebih kecil daripada DRCR* usahatani bawang merah di
Desa Sukorejo yang nilainya sebesar
0,34%. Usahatani bawang merah di Desa
Sukorejo lebih efisien dalam penggunaan sumberdaya domestik, karena pada NTR
sebesar Rp. 8.571,17/US$ untuk menghemat satu satuan devisa (1 US$) diperlukan
sumberdaya domestik (DRC*) sebesar Rp. 2.057,08 sedangkan pada usahatani bawang
merah di Desa Sidokare sebesar Rp. 2.914,20
Dari hasil Analisis DRC dan PAM
diketahui bahwa, kedua sistem usahatani
yang diterapkan di Kabupaten Nganjuk memiliki keunggulan komparatif oleh
nilai DRC > 1 dan DRCR > 1. Disamping itu juga memiliki keunggulan
kompetitif, ditunjukan oleh nilai DRC* > 1 dan DRCR* >1.
(4)
Koofesien Proteksi Output Nominal
(NPCO) bawang merah sebesar 1,02 % Nilai tersebut memiliki arti bahwa dengan
adanya kebijakkan pemerintah terhadap output menyebabkan harga aktual lebih
besar daripada harga sosial, dimana harga aktual bawang merah sebesar Rp. 5.500,00/kg
lebih tinggi daripada harga sosial yang besarnya Rp. 3.141 /kg, hal tersebut
akan merangsang impor bawang merah. Pada NPCO sebesar 1,02% terjadi transfer
output kepada petani sebesar Rp. 492.860,920/jumlah luasan lahan pada usahatani di Desa Sukorejo, lebih kecil
daripada di Desa Sidokare yang besarnya Rp. 699.26.880 /jumlah luasan. Nilai
koefesien Proteksi Input Nominal (NPCI) > 1. Menunjukkan bahwa pemerintah
melakukan proteksi kepada produsen input
tradeable, sedangkan petani sebagai konsumen yang menggunakan input
tersebut dirugikan dengan tingginya harga sarana produksi. Efektive
Proteksi Cooefficien (EPC) yang
diperoleh petani sebesar 2 %. Nilai EPC
> 1 mempunyai arti bahwa secara umum, petani diuntungkan dengan adanya
intervensi pemerintah. Nilai transfer bersih pada usahatani di Desa Sukorejo
sebesar Rp. 532.740,753 / jumlah luasan menggambarkan adanya intervensi
pemerintah menyebabkan surplus yang diterima petani negatif, sedangkan di Desa
Sidokare nilai transfer bersih sebesar Rp. 686.073,106 / jumlah luasan. Nilai
Koofesien Keuntungan (PC) pada usahatani bawang merah di Desa Sukorejo sebesar
0,93%, menunjukan bahwa konsumen lebih diuntungkan dengan adanya intervensi
pemerintah sedangkan petani memperoleh keuntungan individual yang lebih kecil.
Nilai PC pada usahatani di Desa Sidokare sebesar 1,03%, menunjukkan dengan
adanya intervensi pemerintah, keuntungan individual yang diterima petani lebih
besar daripada keuntungan sosial yang diterima konsumen. Nilai SRP usahatani
bawang merah sama dengan atau mendekati nol, menunjukkan kebijakan pemerintah
tidak berdampak secara langsung pada biaya usahatani bawang merah.
(5)
Hasil Analisis sensitivitas perubahan
input-output terhadap keunggulan komparatif dengan asumsi jika satu variabel
berubah, maka variabel lain tetap adalah sebagai berikut : (a) Produktivitas
bawang merah dan harga sosial output berhubungan positif dengan tingkat
keunggulan komparatif semakin besar
persentase kenaikan produktivitas dan harga sosial output maka semakin tinggi
tingkat keunggulan komparatif sebaliknya, semakin besar persentase penurunan
produktivitas dan harga sosial output maka semakin rendah tingkat keunggulan
komparatif. (b) Sensitivitas perubahan
harga sosial input tradeable dan upah tenaga kerja berhubungan negatif dengan
DRC dan DRCR, artinya kenaikan harga sosial input tradeable dan upah tenaga
kerja akan menurunkan tingkat keunggulan komparatif, sebaliknya penurunan harga
sosial input tradeable dan upah tenaga kerja akan menaikkan tingkat keunggulan
komparatif. (c) Sensitivitas shadow exchange rate berhubungan positif
dengan DRC dan DRCR, artinya menguatnya nilai tukar rupiah akan menaikan
tingkat keunggulan komparatif,
sebaliknya melemahnya nilai tukar rupiah akan menurunkan tingkat
keunggulan komparatif. Sedangkan jika
asumsi yang digunakan adalah terjadinya kenaikan tiga variabel (harga sosial
input, output dan upah tenaga kerja) secar` bersama, maka sensitivitas terhadap
keunggulan komparatif berhubungan positif.
(6)
Hasil analisis sensitivitas perubahan
input-output terhadap keunggulan kompetitif dengan asumsi jika satu variabel
berubah, maka variabel lain tetap adalah sebagai berikut : (a) produktivitas
bawang merah dan harga aktual output berhubungan positif dengan tingkat
keunggulan kompetitif, semakin besar persentase kenaikan produktivitas dan
harga aktual output maka semakin tinggi tingkat keunggulan kompetitif. Sebaliknya semakin besar persentase penurunan
produktivitas dan harga aktual output, maka semakin rendah tingkat keunggulan
kompetitif (b) Sensitivitas perubahan harga aktual input tradeable dan upah
tenaga kerja berhubungan negatif dengan DRC* dan DRCR*, artinya kenaikan harga
sosial input tradeable dan upah tenaga kerja akan menurunkan tingkat keunggulan
kompetitif, sebaliknya penurunan harga aktual input tradeable akan menaikkan
tingkat keunggulan kompetitif. (c) Sensitivitas Nilai Tengah Rupiah
berhubungan positif dengan DRC* dan DRCR*, artinya menguatnya nilai
tukar rupiah akan menurunkan tingkat keunggulan kompetitif. Sedangkan jika asumsi yang digunakan adalah
terjadi kenaikan tiga variabel (harga aktual input, output dan upah tenaga
kerja) secara bersama, maka sensitivitas terhadap keunggulan kompetitif
berhubungan positif.
Berdasarkan
kesimpulan di atas, maka hipotesis 1, II, III, IV dan V, dalam penelitian ini
dinyatakan diterima.
Berdasarkan
hasil penelitian ini, maka saran yang
dapat diajukan adalah (1) Komoditas bawang merah di Kabupaten Nganjuk
memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif yang cukup tinggi, sehingga dapat
dijadikan komoditas andalan Kabupaten Nganjuk dalam rangka mengoptimalkan
potensi wilayah, (2) Daya saing
komoditas bawang merah dapat ditingkatkan dengan peningkatan produktivitas usahatani
misalnya dengan perbaikan sistem budidaya dan penggunaan teknologi pertanian
yang lebih efisien, (3) Hendaknya pengembangan komoditas bawang merah diiringi
dengan pengembangan agroindustri dan penyimpanan bawang merah untuk bibit,
karena nilai tambah yang di dapat lebih besar.
(4) Kebijakan pemerintah efektif masih dibutuhkan oleh petani
keberlangsungan agribisnis di kabupaten Nganjuk, misalnya, subsidi pada input
tradeable vital seperti pupuk, pestisida, penghapusan pungutan liar pada
aktivitas perdagangan, pengawasan yang lebih ketat pada Dinas Bea Cukai untuk
menjamin terealisasinya aturan perdagangan tentang bea masuk dan tarif
impor-ekspor secara adil dan sehat, (5)
Peneliti selanjutnya hendaknya melakukan perhitungan persentase berat bawang merah
yang digunakan untuk bibit dibandingkan untuk konsumsi. Data tersebut nantinya digunakan untuk
menentukan harga sosial bawang merah, sehingga estimasi tentang harga sosial
lebih akurat, karena bawang merah selain diperdagangkan dalam bentuk bibit juga
diperdagangkan dalam bentuk konsumsi / olahan.(bawang merah sebagai suatu
produk).
Untuk mendapatkan file lengkap dalam bentuk MS-Word, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File
atau klik disini
atau klik disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar